Pengelolaan Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien agar tepat guna dan berhasil guna. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai cara untuk memperoleh sumber keuangan, dan untuk apa saja sumber keuangan tersebut digunakan menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, diuraikan sebagai berikut :
“Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintah kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya urusan pemerintahan wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai”.
Berdasarkan reformasi keuangan daerah, selanjutnya diterbitkan pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 selanjutnya diubah menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyebutkan bahwa, pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah yang harus ada dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah.
Sekarang ini Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang disebut di atas didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan RAPBD Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
Pada era otonomi daerah, pemerintah telah melakukan perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di daerah dan masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah membawa perubahan fundamental dalam hubungan tata pemerintahan dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting dalam pengelolaan anggaran daerah, khususnya masalah penganggaran.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai terjemahan dari Pasal 150 s/d Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, nampaknya berusaha menjembatani tuntutan masyarakat dan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik dan berorientasi pada kepentingan publik. Dalam kaitan dengan anggaran daerah, Peraturan Pemerintah ini telah meyiratkan adanya arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada publik. Hal ini sangat jelas tercantum pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 bahwa Anggaran Daerah disusun berdasarkan anggaran kinerja.
Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 19 dimaksud, menyatakan bahwa guna menunjang penyiapan anggaran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pemerintah Daerah mengembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, diuraikan sebagai berikut :
“Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan Urusan Pemerintah kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi. Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya. Pemberian sumber keuangan kepada Daerah harus seimbang dengan beban atau urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Keseimbangan sumber keuangan ini merupakan jaminan terselenggaranya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Ketika Daerah mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai Urusan Pemerintahan dan khususnya urusan pemerintahan wajib yang terkait Pelayanan Dasar, Pemerintah Pusat dapat menggunakan instrumen DAK untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas nasional yang ingin dicapai”.
Berdasarkan reformasi keuangan daerah, selanjutnya diterbitkan pula Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 selanjutnya diubah menjadi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menyebutkan bahwa, pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah yang harus ada dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan daerah.
Sekarang ini Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti yang disebut di atas didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa, dalam rangka penyusunan RAPBD Satuan Kerja perangkat Daerah (SKPD) selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
Pada era otonomi daerah, pemerintah telah melakukan perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada serta upaya untuk mengakomodasikan berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang di daerah dan masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah membawa perubahan fundamental dalam hubungan tata pemerintahan dan hubungan keuangan, sekaligus membawa perubahan penting dalam pengelolaan anggaran daerah, khususnya masalah penganggaran.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai terjemahan dari Pasal 150 s/d Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, nampaknya berusaha menjembatani tuntutan masyarakat dan daerah dalam pengelolaan keuangan daerah yang baik dan berorientasi pada kepentingan publik. Dalam kaitan dengan anggaran daerah, Peraturan Pemerintah ini telah meyiratkan adanya arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada publik. Hal ini sangat jelas tercantum pada Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 bahwa Anggaran Daerah disusun berdasarkan anggaran kinerja.
Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 19 dimaksud, menyatakan bahwa guna menunjang penyiapan anggaran kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pemerintah Daerah mengembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya.
Bagian Kedua Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diatur mengenai Asas Penyelenggaraan Pemerintahan yaitu :
1. Kepastian hukum
2. Tertib penyelenggaraan negara
3. Kepentingan umum
4. Keterbukaan
5. Proporsionalitas
6. Profesionalitas
7. Akuntabilitas
8. Efsiensi
9. Efektivitas
10. Keadilan
Untuk menyelenggarakan pemerintahan, tiap-tiap daerah memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pasal 179 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menguraikan, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1(satu) tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Berdasarkan Pasal 181 dikemukakan bahwa Kepala Daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Dalam proses pelaksanaanya, anggaran dibagi menjadi 4 (empat) periode atau triwulan yang kesemuanya sudah tercantum dalam APBD, akan tetapi jika dalam pelaksanaanya ada kekurangan dan ketidaksesuaian dikarenakan faktor teknis dan non teknis maka diadakan anggaran perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 318 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal tersebut mengemukakan,
1. Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
- Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD
- Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
- Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan
- Keadaan darurat; dan/atau
- Keadaan luar biasa
2. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa
3. Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50 % (lima puluh) persen.
3. Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50 % (lima puluh) persen.
0 komentar:
Posting Komentar