Seiring dengan perubahan baik secara nasional maupun global yang membawa dampak kepada pergeseran paradigma terhadap pemerintahan saat ini, mendorong kita mewujudkan suatu sistem tata kepemerintahan yang baik (good governance), dengan jalan mewujudkan lahirnya tata kepemerintahan yang demokratis dan diselenggarakan secara baik, bersih, transparan serta berwibawa.
Salah satu unsur terpenting dalam upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik pada Pemerintahan Daerah adalah Sistem Penatausahaan Keuangan Daerah, yang terdiri dari Sistem Perencanaan Daerah, Sistem Anggaran Keuangan Daerah, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Sistem Perbendaharaan Keuangan Daerah dan Sistem Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Berbicara masalah Sistem Penatausahaan Keuangan Daerah, Pemerintah telah berhasil mengeluarkan tiga paket perundang-undangan tentang Pengelolaan Keuangan Negara, yaitu Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara ; Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ; dan Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Selain ketentuan perundangan tersebut, juga telah dikeluarkan petunjuk pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Produk perundang-undangan tersebut diantaranya berisi tentang Sistem Penatausahaan Keuangan Daerah yang berbasis pada kinerja (prestasi kerja) dengan mengutamakan pada penjaringan aspirasi masyarakat, berpola strategis dan pendekatan akuntabilitas publik sebagai sebuah bentuk pertanggungjawabannya. Muara dari hal tersebut terimplementasikan dalam bentuk Anggaran Pemerintah Daerah yang Berbasis Kinerja yang berbeda dengan sistem anggaran lama baik dalam proses penyusunan, format, pelaksanaan, maupun hasil yang diperoleh, yang pada akhirnya akan tercermin dalam Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Sistem anggaran keuangan daerah yang lama masih merupakan jenis anggaran tradisional berdasarkan jenis pengeluaran (line item) dengan pola penyusunan berdasarkan incremental index (persentase tertentu dari tahun lalu) dan berformat anggaran berimbang antara penerimaan dan pengeluaran yang tidak mempunyai orientasi saving. Hal ini akan berakibat salah satunya adalah penggunaan anggaran yang tidak memperhatikan aspek efisiensi dan efektivitas, karena berprinsip : anggaran yang dikeluarkan harus sesuai dengan anggaran yang diajukan (dalam DUK/DUP) tanpa ada standar penilaian yang baku dan akurat, sehingga akan mempersubur KKN dalam pelaksanaannya.
Anggaran Berbasis Kinerja disusun untuk memudahkan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Kepala Daerah kepada DPRD. Selain itu, juga merupakan wahana untuk penilaian dan perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan guna peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan akuntabilitas.
Beberapa hal yang menyangkut kebaikan dari Anggaran Berbasis Kinerja yaitu karena anggarannya disusun berdasarkan program, fungsi, serta kegiatan dengan ditetapkan standar ukur tertentu, dan tujuan telah dirumuskan, maka bisa dilakukan penilaian terhadap masukan dan keluarannya (input-output-outcome), atau penilaian terhadap kinerja pelaksanaan kegiatan (appraisal performance).
Dengan dikeluarkannya produk perundang-undangan pemerintah tersebut, maka pemerintah daerah harus dapat segera mengimplementasikannya.Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja bagi Pemerintah Daerah mempunyai beberapa konsekuensi positif yaitu :
Pemerintah Daerah harus benar-benar menyusun dokumen perencanaan daerah secara baik dan benar, sesuai dengan lingkungan strategis masing-masing daerah dan melibatkan para stakeholders, sehingga tidak salah sasaran dalam menentukan prioritas pembangunan;
Tiap-tiap unit organisasi Pemerintah Daerah (Satuan Kerja Perangkat Daerah) harus mempunyai visi dan misi jelas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing untuk dijadikan landasan berpijak dalam mengajukan rencana program dan kegiatan;
Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) harus melaksanakan tugasnya sebagai perencana daerah secara profesional, artinya dalam menentukan usulan program/kegiatan mana yang akan dilaksanakan harus benar-benar sesuai dokumen perencanaan daerah yang telah ditentukan;
Badan Pengelolaan Keuangan Daerah harus benar-benar mampu mengimplementasikan penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja secara komprehensif, baik itu secara teknis formatnya maupun dalam hal penilaian terhadap standar ukuran kinerja suatu usulan program/kegiatan serta penatausahaannya ;
Badan Pengawas sebagai lembaga pengawas internal Pemerintah Daerah tentunya harus benar-benar menguasai tentang Anggaran Berbasis Kinerja ini, karena adalah sebuah hal yang tragis apabila pengawasnya saja tidak memahami apa yang akan diawasi;
Seluruh anggota DPRD sebagai sebuah lembaga legislatif yang juga mempunyai fungsi pengawasan juga harus memahami konsep Anggaran Berbasis Kinerja secara baik, sehingga mereka mampu memberikan pengawasan dengan baik dan umpan balik kepada pihak eksekutif untuk perbaikan pelaksanaan anggaran berikutnya.
Terkait dengan kegiatan itu semua tentunya memerlukan sarana informasi dalam menyebarluskan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat pada masing-masing SKPD, agar seluruh informasi tersebut dapat sampai dan diterima oleh SKPD secara utuh, untuk itu perlunya media informasi sekaligus sebagai sarana keterbukaan informasi kepada publik. Untuk kepentingan tersebut sesuai dengan perkembangan saat ini salah satu bentuk komunikasi adalah melalu sistem online yang dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sementara media yang dipakai dapat berbentuk website, sebagai tempat kita menyimpan dan mempublikasikan informasi yang ingin kita sampaikan. Melalui website tersebut kita dapat mempublikasi berbagai kebijakan dan peraturan terkait dengan penatausahaan keuangan, dengan adanya website ini diharapkan seluruh SKPD dapat menerima informasi yang sama tentang sistem penatausahaan yang dilaksanakan dan berlaku di Pemerintah Kabupaten Barito Kuala.